MAKALAH
Pendidikan
Agama Kristen
Disusun Oleh :
DANDY
WIRI YANTO TAMBA
NPT:
17-401-004
Dosen Pengajar :
Pdt. Anderson Sitourus, M.Th
PROGRAM STUDI
KETATALAKSANAAN PELAYARAN NIAGA DAN KEPELABUHANAN
AKADEMI
MARITIM BELAWAN MEDAN
2017
Kata Pengantar
Puji syukur ke hadirat Tuhan kita
YESUS KRISTUS atas berkat dan
kasihNya sehingga makalah ini dapat
selesai dibuat. Makalah
ini adalah
makalah Pendidikan Agama Kristen semester I dengan materi bab 5 “Kerukunan”.
Kamisadari bahwa sepenuhnya penyusunan
materi dan teknik makalah ini belum sempurna,
sehingga segala kritikan, saran dan teguran yang positif dan mengarah pada perbaikan dan
penyempurnaan makalah ini sangat kami
harapkan dan akan
kami terima dengan senang hati.
Semoga
makalah ini dapat memberikan manfaat kepada yang
membacanya.
DAFTAR ISI
Kata
Pengantar…………………………………………………………… 2
Daftar
Isi…………………………………………………………………. 3
Bab 1 Pendahuluan………………………………………………………. 4
Bab 2
Isi.
MateriV
: Kerukunan……………………………………...................... 5-9
Bab 3
Penutup
Kesimpulan………………………………………………………………. 10
Saran………………………………….....………………....……………. 10
Daftar
Pustaka……………………………………………………………. 11
BAB I
PENDAHULUAN
A.LATAR BELAKANG
KataTuhan,manusia,moral,iptek
dan seni, kerukunan, masyarakat, budaya,
politik ,hukum antar umat beragama di tengah keanekaragaman budaya merupakan
tanda tanya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. Dalam
perjalanan sejarah bangsa, Pancasila telah teruji sebagai alternatif yang
paling tepat untuk mempersatukan masyarakat Indonesia yang sangat majemuk di
bawah suatu tatanan yang inklusif dan demokratis.Sayangnya wacana mengenai
kesemuanya itu seolah lenyap seiring dengan berlangsungnya reformasi.
Berbagai macam kendala yang sering
kita hadapi dalam mensukseskan kerukunan antar umat beragama di Indonesia, dari
luar maupun dalam negeri kita sendiri.Namun dengan kendala tersebut warga
Indonesia selalu optimis, bahwa dengan banyaknya agama yang ada di Indonesia,
maka banyak pula yang menjadikan solusi untuk menghadapi kendala-kendala
tersebut.Dari berbagai pihak telah sepakat untuk mencapai tujuan antar umat
beragama di Indonesia seperti masyarakat dari berbagai golongan, pemerintah,
dan organisasi-organisasi agama yang banyak berperan aktif dalam masyarakat.
Budaya dalam komunikasi antar
sesama penganut agama adalah tujuan dari kerukunan beragama, agar terciptakan
masyarakat yang bebas dari ancaman, kekerasan hingga konflik agama.
Agama
memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan manusia.Agama menjadi pemandu
dalam upaya untuk mewujudkan suatu kehidupan yang bermakna, damai dan
bermartabat.Menyadari peran agama amat penting bagi kehidupan umat manusia maka
internalisasi agama dalam kehidupan setiap pribadi menjadi sebuah keniscayaan,
yang ditempuh melalui pendidikan baik pendidikan dilingkungan keluarga,
dilembaga pendidikan formal, maupun nonformal serta masyarakat.
Makalah ini merupakan salah satu
tugas terstruktur mata kuliah Pendidikan
Agama Kristen, dan kelompok kami akan membahas tentang “Kerukunan”.
BAB II
PEMBAHASAN / ISI
PEMBAHASAN / ISI
A. PENDAHULUAN
Kerukunan berasal sari
bahasa arab, yakni “rukaum” yang berarti asas atau dasar, yang dalam bentuk
tunggal berarti tiang dan dalam bentuk jamak “ arkhan” artinya tiang-tiang. Dalam bahasa Indonesia, istilah rukun memiliki arti
damai dan berastu hati. Dari pengertian
diatas, dapat digambarkan kerukunan
sebagai suatu bangunan yang dibangun dengan tiang untuk menopang rumah yang
akan dihuni oleh sekelompok orang yang diikat secara kekeluaraan dengan
kesatuan hati untuk mencapai kedamaian. Kerukunan adalah sikap saling mengakui,
menghargai, toleransi yang tinggi antar umat beragama dalam masyarakat multikultural sehngga umat
beragama dapat hidup rukun, damai dan berdampingan.
Istilah “kerukunan” merupakan
arti kata yang positif dan dinamis di bandingkan dengan istilah “toleransi” yang statis.
Toleransi lebih mengisyaratkan adanya persetujuan suatu pihak untuk memberikan
hak hidup kepada pihak lain. Kerukunan mengandung pengertian bahwa walaupun
kita berbeda, namun kita mempunyai
hak dan kewajiban yang sama. Hak hidup yang
dimiliki seseorang tidaklah tergantung pada izin pihak lain, melainkan secara
bersama-sama tergantung pada suatu yang luhur yaitu cita-cita bernegara,
berbangsa, dan bermasyarakat untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur, damai
sejahtera berdasarkan pancasila dan terlebih tergantung pada Tuhan. Kerukunan tidak mengharuskan kita
seragam dalam segala sesuatu.
Pembicaraan mengenai kemajemukan agama-agama di Indonesia biasanya
berlangsung dalam konteks kerukunan beragama. Ada yang mengartikan kerukunan
beragama sebagai "kerukunan di antara agama-agama", tetapi ada juga
yang melihatnya sebagai "kerukunan di antara umat beragama". Hal
terakhir ini mengasumsikan bahwa penganut agama yang satu dengan penganut agama
yang lain bisa saling rukun, tetapi belum tentu sehubungan dengan agama yang
satu dengan agama yang lain. Dapat saja ada anggapan, bahwa antara agama yang
satu dengan yang lain pada hakikatnya terdapat pertentangan atau bahkan konflik
yang tidak mungkin dapat dipertemukan.
Kalau pemahaman yang
terakhir ini diikuti, maka jalan keluar yang dilihat untuk menjamin mulusnya
kerukunan beragama dicari di luar tubuh agama. Di Indonesia, kita sudah
terbiasa untuk mengalaskan kerukunan beragama ini pada perangkat-perangkat yang
disediakan oleh negara atau pemerintah. Pancasila dan UUD 1945 kerapkali
dijadikan dasar pergumulan agar orang Kristiani dapat hidup dengan layak di
tengah-tengah masyarakat Indonesia. Kenyataan bahwa Indonesia memiliki sebuah
ideologi negara dan UUD yang diharapkan dapat merukunkan penganut agama-agama
di dalamnya, perlu disyukuri, mengingat banyak negara-negara (bahkan yang sudah
maju sekalipun) yang tidak memikirkan faktor kemajemukan agama sebagai sesuatu
yang menentukan dalam perjalanan hidup suatu bangsa. Bahkan di tengah-tengah
kegelisahan umat Kristiani dan umat-umat "kecil" lainnya, bahwa
sekarang ini terdapat usaha-usaha yang cenderung untuk memprioritaskan umat
tertentu dengan alasan "proporsionalitas". Nampaknya, prinsip di atas
bahwa Pancasila dan UUD 1945 memenuhi untuk memungkinkan kerukunan beragama
tetap tidak diragu-ragukan.
Yang menarik adalah
pandangan sebagian orang lagi bahwa dasar untuk kerukunan beragama dapat
dilihat pada kesamaan keprihatinan dan pergumulan kemanusiaan dari setiap
penganut agama. Pembicaraan seperti ini biasanya berlangsung dalam rangka
dialog antaragama. Karena itu kita membicarakannya secara tersendiri, dan pada
akhirnya mempertanyakan apakah dasar itu sudah cukup?
*Humanitas dan Keprihatinan Sosial
sebagai Dasar Dialog
Tentu saja pembicaraan
mengenai dasar kedua ini tidak terlepas dari pembicaraan tentang Pancasila
sehubungan dengan kerukunan beragama. Sebab,sila kedua dalam Pancasila jelas berkaitan
dengan humanitas dan keprihatinan sosial, yaitu kemanusiaan yang adil dan
beradab dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Yang dimaksud dengan
"humanitas" adalah apa yang mewujudkan keberadaan manusia, jadi
segala komponen yang menyebabkan kita menamakan diri kita manusia. Tentu hal
ini terdengar aneh. Sebab, bukankah dengan sendirinya kita tahu bahwa kita
adalah manusia, yang berbeda dari binatang misalnya? Tentu di satu pihak
kesadaran bahwa kita adalah manusia bersifat pra-reflektif, artinya tidak perlu
dipikir dalam-dalam, sudah jelas bahwa kita adalah manusia. Namun di pihak
lain, ada masalah apakah kesadaran bahwa kita adalah manusia juga menyebabkan
kita mau mengakui bahwa orang lain juga manusia? Dalam sejarah dunia, kita
melihat betapa sulitnya bagi manusia untuk mengakui bahwa mereka yang lain dari
dia adalah juga sesama manusia: yang berwarna kulit lain, berambut dan bermata
lain; yang berkeyakinan lain, yang berideologi lain, yang beragama lain, yang
termasuk suku atau bangsa lain, pada pokoknya, kelompok lain.
Pokok humanitas
berhubungan dengan persoalan bagaimana mengakui kemanusiaan orang lain juga,
dan dari sana bertolak untuk menggumuli permasalahan bersama manusia dan
aspirasi bersama manusia. Agama, daripada memecah-belah umat manusia,
seharusnya mempersatukan umat manusia. Inheren di sini adalah studi bersama,
mengapa agama-agama bisa berkonflik satu dengan yang lain. Masalah lain adalah
apakah tekanan humanitas tidak membawa kepada relativisme? Jawabnya tidak, asal
kita bersedia memegang pemahaman bahwa manusia adalah makhluk yang penuh warna
dan variasi. Biar berlain-lainan, pada akhirnya ada satu dasar yang tidak perlu
diragukan: saya beragama, oleh karena itu saya manusia (meminjam contoh
Descartes).
Keprihatinan sosial
bersangkut-paut dengan masalah-masalah sosial yang dihadapi bersama oleh umat
beragama: kemiskinan yang parah dan penderitaan yang disebabkannya. Di samping
itu, penderitaan oleh karena keterasingan manusia (alienasi) yang disebabkan
tekanan dari struktur masyarakat modern yang memperlakukan manusia sebagai
sekadar "mur" atau "baut" dari mesin produksi. Mereka yang
mengalami penderitaan jenis kedua ini tidak mesti miskin, bahkan bisa kaya
sekali. Oleh banyak orang, keprihatinan sosial ini dimasukkan ke dalam apa yang
disebut sebagai dialog karya. Kelihatannya, tahap dialog di Indonesia baru
bersifat tukar pikiran terutama di kalangan pejabat dan intelektual. Dari situ
baru ada ajakan agar melakukan dialog karya sebagai sesuatu yang lebih konkret
ketimbang dialog yang bersifat tukar pikiran.
B. SIKAP TERHADAP KERUKUNAN ANTAR
UMAT BERAGAMA
Ada beberapa sikap
masyarakat dalam kaitannya dengan kerukunan antar umat beragama.Yaitu :sikap
eksklusif, inklusif, dan pluralis. Tiga sikap ini dipengaruhi oleh pola pikir,
pengalaman, visi serta kemampuan memahami perwujudan kasih bagi sesama manusia.
a. Eksklusivisme
Eksklusivisme merupakan
sikap yang hanya mengakui agamanya sebagai agama yang paling benar dan
baik.Sifat fanatisme sempit seperti ini akan melahirkan berbagai konsekuensi,
antara lain perpecahan, perseteruan antar umat beragama, dan konflik. Bentuk
eksklusivme merupakan pola umum yang ada di abad pertengahan dan makin menipis
seiring dengan perkembangan paradigm berpikir dalam masyarakat.Meskipun tak
dapat disangkal bahwa sampai saat ini, sikap tersebut masih mendominasi
kelompok kecil pemeluk agama-agama.
b. Inklusivisme
Inklusivisme adalah sikap
yang dapat memahami dan menghargai agama lain dengan eksistensinya, tetapi
tetap memandang agamanya sebagai satu-satunya jalan menuju keselamatan.
c. Pluralisme
Pluralisme adalah sikap
yang menerima, menghargai, dan memandang agama lain sebagai agama yang baik serta
memiliki jalan keselamatan. Dalam perspektif pandangan seperti ini, maka tiap
umat beragama terpanggil untuk membina hubungan solidaritas, dialog, dan
kerjasama dalam rangka mewujudkan kehidupan yang lebih baik dan lebih
berpengharapan.
C. KERUKUNAN, MULTIKULTURALISME, DAN
SINKRETISME
Bicara
tentang kerukunan antar umat beragama di masa kini, berarti bicara tentang
multikulturalisme.Karena manusia yang berbeda agama itu juga adalah manusia
yang multikultur atau memiliki beragam budaya.Situasi global masa kini
menyebabkan mobilitas manusia antar Negara dan bangsa sangatlah tinggi.Tidak
ada manusia yang mampu mengisolir diri dari pengaruh global.Oleh karena
itu,sangatlah penting bagi kita untuk membuka diri dan bergaul dengan orang
yang tidak hanya berbeda agama tetapi juga suku dan budaya.
Bicara
tentang kerukunan antar umat beragama tidak terlepas dari kerukunan antar suku
bangsa dan budaya.Oleh karena itu, pluralisme antar agama dan pluralisme –
multikultural
bukanlah merupakan sesuatu yang asing bagi gereja – gereja Protestan di
Indonesia.
Oleh
karena itu, jika kita bicara tentang kerukunan antar umat beragama, maka
kerukunan itu juga mencakup kerukunan antar manusia yang berbeda agama, suku,
dan budaya. Yang mempertemukan
berbagai perbedaan itu adalah : upaya bersama dalam memecahkan berbagai
persoalan kemanusiaan secara bersama – sama. Dengan demikian, kerukunan antar
umat yang berbeda agama, suku dan budaya bukanlah sinkretisme.Jika jalan masukke
arah kerukunan ituadalahsebuah dialog dan kerja sama menyangkut pemecahan
masalah kemanusiaan bersama, maka hal tersebut merupakan langkah nyata dalam
melaksanakan hokum utama dan terutama yang diberikanYesus Kristus, yaitu Kasih.
D. MEWUJUDKAN KERUKUNAN HIDUP ANTAR
UMAT BERAGAMA DI INDONESIA
1. Kerukunan Hidup Antar Umat
Beragama
Indonesia merupakan salah satu
contoh masyarakat yang multikultural. Multikultural masyarakat Indonesia tidak
saja karena keanekaragaman suku, budaya,bahasa, ras tapi juga dalam hal agama.
Agama yang diakui oleh pemerintah Indonesia adalah agama Islam, Katolik,
protestan, Hindu, Budha, Kong Hu Chu.Dari agama-agama tersebut terjadilah
perbedaan agama yang dianut masing-masing masyarakat Indonesia.Dengan perbedaan
tersebut apabila tidak terpelihara dengan baik bisa menimbulkan konflik antar
umat beragama yang bertentangan dengan nilai dasar agama itu sendiri yang
mengajarkan kepada kita kedamaian, hidup saling menghormati, dan saling tolong
menolong.
Maka dari itulah diperlukan suatu model hubungan antar masyarakat yang berbeda agama yaitu kerukunan hidup antar umat beragama atau toleransi antar umat beragama.Istilah ini dikemukakan oleh mantan Menteri Agama Indonesia tahun 1972. Sebagai sarana pencapaian kehidupan harmonis antar umat beragama yang diselenggarakam dengan segala kearifan dan kebijakan atas nama pemerintah.
Kerukunan antar umat beragama adalah suatu kondisi sosial ketika semua golongan agama bisa hidup bersama tanpa menguarangi hak dasar masing-masing untuk melaksanakan kewajiban agamanya. Masing-masing pemeluk agama yang baik haruslah hidup rukun dan damai.
Maka dari itulah diperlukan suatu model hubungan antar masyarakat yang berbeda agama yaitu kerukunan hidup antar umat beragama atau toleransi antar umat beragama.Istilah ini dikemukakan oleh mantan Menteri Agama Indonesia tahun 1972. Sebagai sarana pencapaian kehidupan harmonis antar umat beragama yang diselenggarakam dengan segala kearifan dan kebijakan atas nama pemerintah.
Kerukunan antar umat beragama adalah suatu kondisi sosial ketika semua golongan agama bisa hidup bersama tanpa menguarangi hak dasar masing-masing untuk melaksanakan kewajiban agamanya. Masing-masing pemeluk agama yang baik haruslah hidup rukun dan damai.
Karena
itu kerukunan antar umat beragama tidak mungkin akan lahir dari sikap fanatisme
buta dan sikap tidak peduli atas hak keberagaman dan perasaan orang lain.
Tetapi
dalam hal ini tidak diartikan bahwa kerukunan hidup antar umat beragama memberi
ruang untuk mencampurkan unsur-unsur tertentu dari agama yang berbeda , sebab
hal tersebut akan merusak nilai agama itu sendiri.
Menurut Muhammad Maftuh Basyuni dalam seminar kerukunan antar umat beragama tanggal 31 Desember 2008 di Departemen Agama, mengatakan bahwa kerukunan umat beragama merupakan pilar kerukunan nasional adalah sesuatu yang dinamis, karena itu harus dipelihara terus dari waktu ke waktu. Kerukunan hidup antar umat beragama sendiri berarti keadaan hubungan sesama umat beragama yang dilandasi toleransi, saling pengertian, menghargai kesetaraan dalam pengamalan ajaran agamanya dan kerja sama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Kerukunan antar umat beragama itu sendiri juga bisa diartikan dengan toleransi antar umat beragama.Dalam toleransi itu sendiri pada dasarnya masyarakat harus bersikap lapang dada dan menerima perbedaan antar umat beragama. Selain itu masyarakat juga harus saling menghormati satu sama lainnya misalnya dalam hal beribadah, antar pemeluk agama yang satu dengan lainnya tidak saling mengganggu.
Departemen agama juga menjadikan kerukunan antar umat beragama sebagai tujuan pembangunan nasional bangsa Indonesia yang diarahkan dalam tiga bentuk yaitu:
a) Kerukunan intern umat beragama.
b) Keukunan antar umat beragama.
c) Kerukunan antar umat beragama dengan pemerinatah.
Untuk itulah kerukunan hidup antar umat beragama harus kita jaga agar tidak terjadi konflik-konflik antar umat beragama. Terutama di masyarakat Indonesia yang multikultural dalam hal agama, kita harus bisa hidup dalam kedamaian, saling tolong menolong, dan tidak saling bermusuhan agar agama bisa menjadi pemersatu bangsa Indonesia yang secara tidak langsung memberikan stabilitas dan kemajuan negara.
Menjaga Kerukunan Hidup Antar Umat Beragama Dengan Dialog Antar Umat Beragama
Salah satu prasyarat terwujudnya masyarakat yang modern yang demokratis adalah terwujudnya masyarakat yang menghargai kemajemukan (pluralitas) masyarakat dan bangsa serta mewujudkannya dalam suatu keniscayaan. Untuk itulah kita harus saling menjaga kerukunan hidup antar umat beragama. Secara historis banyak terjadi konflik antar umat beragama, misalnya konflik di Poso antara umat islam dan umat kristen. Agama disini terlihat sebagai pemicu atau sumber dari konflik tersebut.Sangatlah ironis konflik yang terjadi tersebut padahal suatu agama pada dasarnya mengajarkan kepada para pemeluknya agar hidup dalam kedamaian, saling tolong menolong dan juga saling menghormati.Untuk itu marilah kita jaga tali persaudaraan antar sesama umat beragama.
Konflik yang terjadi antar umat beragama tersebut dalam masyarakat yang multkultural adalah menjadi sebuah tantangan yang besar bagi masyarakat maupun pemerintah.Karena konflik tersebut bisa menjadi ancaman serius bagi integrasi bangsa jika tidak dikelola secara baik dan benar. Supaya agama bisa menjadi alat pemersatu bangsa, maka kemajemukan harus dikelola dengan baik dan benar, maka diperlukan cara yang efektif yaitu dialog antar umat beragama untuk permasalahan yang mengganjal antara masing-masing kelompok umat beragama. Karena mungkin selama ini konflik yang timbul antara umat beragama terjadi karena terputusnya jalinan informasi yang benar diantara pemeluk agama dari satu pihak ke pihak lain sehingga timbul prasangka-prasangka negatif.
Menurut Prof. Dr. H Muchoyar H.S, MA dalam menyikapi perbedaan agama terkait dengan toleransi antar umat beragama agar dialog antar umat beragama terwujud memerlukan 3 konsep yaitu:
Menurut Muhammad Maftuh Basyuni dalam seminar kerukunan antar umat beragama tanggal 31 Desember 2008 di Departemen Agama, mengatakan bahwa kerukunan umat beragama merupakan pilar kerukunan nasional adalah sesuatu yang dinamis, karena itu harus dipelihara terus dari waktu ke waktu. Kerukunan hidup antar umat beragama sendiri berarti keadaan hubungan sesama umat beragama yang dilandasi toleransi, saling pengertian, menghargai kesetaraan dalam pengamalan ajaran agamanya dan kerja sama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Kerukunan antar umat beragama itu sendiri juga bisa diartikan dengan toleransi antar umat beragama.Dalam toleransi itu sendiri pada dasarnya masyarakat harus bersikap lapang dada dan menerima perbedaan antar umat beragama. Selain itu masyarakat juga harus saling menghormati satu sama lainnya misalnya dalam hal beribadah, antar pemeluk agama yang satu dengan lainnya tidak saling mengganggu.
Departemen agama juga menjadikan kerukunan antar umat beragama sebagai tujuan pembangunan nasional bangsa Indonesia yang diarahkan dalam tiga bentuk yaitu:
a) Kerukunan intern umat beragama.
b) Keukunan antar umat beragama.
c) Kerukunan antar umat beragama dengan pemerinatah.
Untuk itulah kerukunan hidup antar umat beragama harus kita jaga agar tidak terjadi konflik-konflik antar umat beragama. Terutama di masyarakat Indonesia yang multikultural dalam hal agama, kita harus bisa hidup dalam kedamaian, saling tolong menolong, dan tidak saling bermusuhan agar agama bisa menjadi pemersatu bangsa Indonesia yang secara tidak langsung memberikan stabilitas dan kemajuan negara.
Menjaga Kerukunan Hidup Antar Umat Beragama Dengan Dialog Antar Umat Beragama
Salah satu prasyarat terwujudnya masyarakat yang modern yang demokratis adalah terwujudnya masyarakat yang menghargai kemajemukan (pluralitas) masyarakat dan bangsa serta mewujudkannya dalam suatu keniscayaan. Untuk itulah kita harus saling menjaga kerukunan hidup antar umat beragama. Secara historis banyak terjadi konflik antar umat beragama, misalnya konflik di Poso antara umat islam dan umat kristen. Agama disini terlihat sebagai pemicu atau sumber dari konflik tersebut.Sangatlah ironis konflik yang terjadi tersebut padahal suatu agama pada dasarnya mengajarkan kepada para pemeluknya agar hidup dalam kedamaian, saling tolong menolong dan juga saling menghormati.Untuk itu marilah kita jaga tali persaudaraan antar sesama umat beragama.
Konflik yang terjadi antar umat beragama tersebut dalam masyarakat yang multkultural adalah menjadi sebuah tantangan yang besar bagi masyarakat maupun pemerintah.Karena konflik tersebut bisa menjadi ancaman serius bagi integrasi bangsa jika tidak dikelola secara baik dan benar. Supaya agama bisa menjadi alat pemersatu bangsa, maka kemajemukan harus dikelola dengan baik dan benar, maka diperlukan cara yang efektif yaitu dialog antar umat beragama untuk permasalahan yang mengganjal antara masing-masing kelompok umat beragama. Karena mungkin selama ini konflik yang timbul antara umat beragama terjadi karena terputusnya jalinan informasi yang benar diantara pemeluk agama dari satu pihak ke pihak lain sehingga timbul prasangka-prasangka negatif.
Menurut Prof. Dr. H Muchoyar H.S, MA dalam menyikapi perbedaan agama terkait dengan toleransi antar umat beragama agar dialog antar umat beragama terwujud memerlukan 3 konsep yaitu:
-
Setuju untuk tidak setuju,
maksudnya setiap agama memiliki akidah masing- masing sehingga agama saling
bertoleransi dengan perbedaan tersebut.
- Setuju untuk setuju, konsep ini berarti meyakini semua agama memiliki kesamaan dalam upaya peningkatan kesejahteraan dan martabat umatnya.
- Setuju untuk setuju, konsep ini berarti meyakini semua agama memiliki kesamaan dalam upaya peningkatan kesejahteraan dan martabat umatnya.
-
Setuju untuk berbeda,
maksudnya dalam hal perbedaan ini disikapi dengan damai bukan untuk saling
menghancurkan.
Tema dialog antar umat beragama
sebaiknya bukan mengarah pada masalah peribadatan tetapi lebih ke masalah kemanusiaan
seperti moralitas, etika, dan nilai spiritual, supaya efktif dalam dialog
aantar umat beragama juga menghindari dari latar belakang agama dan kehendak
untuk memdominasi pihak lain.
Model dialog antar umat beragama yang dikemukakan oleh KLmball adalah sebagai berikut :
Model dialog antar umat beragama yang dikemukakan oleh KLmball adalah sebagai berikut :
- Dialog Parlementer ( parliamentary
dialogue ). Dialog ini dilakukan dengan melibatkan tokoh-tokoh umat
beragama di dunia. Tujuannya adalah mengembangkan kerjasama dan perdamaian
antar umat beragama di dunia.
- Dialog Kelembagaan ( institutional
dialogue ). Dialog ini melibatkan organisasi-organisasi keagamaan.
Tujuannya adalah untuk mendiskusikan dan memecahkan persoalan keumatan dan
mengembangkan komunikasi di antara organisasi keagamaan.
- Dialog Teologi ( theological
dialogue ). Tujuannya adalah membahas persoalan teologis filosofis
agar pemahaman tentang agamanya tidak subjektif tetapi objektif.
- Dialog dalam Masyarakat ( dialogue
in society ). Dilakukan dalam bentuk kerjasama dari komunitas agama
yang plural dalam menylesaikan masalah praktis dalam kehidupan
sehari-hari.
- Dialog Kerohanian ( spiritual
dialogue ). Dilakukan dengan tujuan mengembangkan dan memperdalam
kehidupan spirituak di antara berbagai agama.
2. Cara Menjaga Kerukunan Hidup
Antar Umat Beragama
Indonesia yang multikultural
terutama dakam hal agama membuat Indonesia menjadi sangat rentang terhadap
konflik antar umat beragama.Maka dari itu menjaga kerukunan antar umat beragama
sangatlah penting. Dalam kaitannya untuk menjaga kehidupan antar umat beragama
agar terjaga sekaligus tercipta kerukunan hidup antar umat beragama dalam
masyarakat khususnya masyarakat Indonesia misalnya dengan cara sebagai berikut:
- Menghilangkan perasaan
curiga atau permusuhan terhadap pemeluk agama lain yaitu dengan cara
mengubah rasa curiga dan benci menjadi rasa penasaran yang positf dan mau
menghargai keyakinan orang lain.
- Jangan menyalahkan agama
seseorang apabila dia melakukan kesalahan tetapi salahkan orangnya.
Misalnya dalam hal terorisme.
- Biarkan umat lain
melaksanakan ibadahnya jangan olok-olok mereka karena ini bagian dari
sikap saling menghormati.
- Hindari diskriminasi
terhadap agama lain karena semua orang berhak mendapat fasilitas yang sama
seperti pendidikan, lapangan pekerjaan dan sebagainya.
Dengan memperhatikan cara menjaga
kerukunan hidup antar umat beragama tersebut hendaknya kita sesama manusia
haruslah saling tolong menolong dan kita harus bisa menerima bahwa perbedaan
agama dengan orang lain adalah sebuah realitas dalam masyarakat yang multikultural
agar kehidupan antar umat beragma bisa terwujud.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Kesimpulan dari makalah yang kami buat adalah :
Pentingnya kerukunan hidup antar umat beragama adalah terciptanya kehidupan masyarakat yang harmonis dalam kedamaian, saling tolong menolong, dan tidak saling bermusuhan agar agama bisa menjadi pemersatu bangsa Indonesia yang secara tidak langsung memberikan stabilitas dan kemajuan Negara.
Cara menjaga sekaligus mewujudkan kerukunan hidup antar umat beragama adalah dengan mengadakan dialog antar umat beragama yang di dalamnya membahas tentang hubungan antar sesama umat beragama. Selain itu ada beberapa cara menjaga sekaligus mewujudkan kerukunan hidup antar umat beragama antara lain:
a) Menghilangkan perasaan curiga atau permusuhan terhadap pemeluk agama lain
b) Jangan menyalahkan agama seseorang apabila dia melakukan kesalahan tetapi salahkan orangnya.
c) Biarkan umat lain melaksanakan ibadahnya jangan mengganggu umat lain yang sedang beribadah.
d) Hindari diskriminasi terhadap agama lain.
B. SARAN
DAFTAR PUSTAKA
ALKITAB
Nangoy
Wisje,Bahan Ajar Pendidikan Agama Kristen
Hadiwijono
H. 2003. Iman Kristen. Jakarta : BPK Gunung Mulia
Geertz, Clifford,
Kebudayaan dan Agama, Yogyakarta: Kanisius, 1992.
Hakamako. 2011. Kerukunan Antar Umat Beragama,
(online), (Http: //
www.scribd.com/doc144456736/Lisa-kerukunan-antar-umat
-beragama)
Tuhan,(Online),( http://id.wikipedia.org/wiki/Tuhan, Diakses tanggal 26 November 2011).
Manusia,(Online),( http://id.wikipedia.org/wiki/Manusia, Diakses tanggal 26 November 2011).
Rachmat Daudi. 2010. Iman dan Ilmu Pengetahuan, (Online), (http://www.gepembri.org/cgi-bin/show.cgi?file=art/100302.id, Diakses tanggal 26 November
2011).
_____._____. Iman
Kristen dan Ilmu Pengetahuan serta Teknologi,(Online),(http://www.scribd.com/doc/29055522/Iman-Kristen-dan-Ilmu-Pengetahuan-serta-Teknologi, Diakses tanggal 26 November
2011).
Vani. 2009. Tri Tugas Gereja,(Online),(http://pdtvani.blogspot.com/2009/05/tri-tugas-gereja.html, Diakses tanggal 26 November
2011).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar