Minggu, 10 Desember 2017

MAKALAH KERUKUNAN UMAT BERAGAMA KRISTEN

MAKALAH
Pendidikan Agama Kristen
 

Hasil gambar untuk amb medan KPN







  Disusun Oleh :
DANDY WIRI YANTO TAMBA
NPT: 17-401-004



Dosen Pengajar :
Pdt. Anderson Sitourus, M.Th

PROGRAM STUDI
KETATALAKSANAAN PELAYARAN NIAGA DAN KEPELABUHANAN
AKADEMI MARITIM BELAWAN MEDAN
                                  2017










Kata Pengantar

Puji syukur ke hadirat Tuhan kita YESUS KRISTUS atas berkat dan kasihNya sehingga makalah ini dapat selesai dibuat. Makalah ini adalah makalah Pendidikan Agama Kristen semester I dengan materi bab 5 “Kerukunan”.
Kamisadari bahwa sepenuhnya penyusunan materi dan teknik makalah ini belum sempurna, sehingga segala kritikan, saran dan teguran yang positif dan mengarah pada perbaikan dan penyempurnaan makalah ini sangat kami harapkan dan akan kami terima dengan senang hati.
Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada yang membacanya.



                                                                                                                       



















DAFTAR ISI

Kata Pengantar……………………………………………………………          2
Daftar Isi………………………………………………………………….           3
Bab 1 Pendahuluan……………………………………………………….          4
Bab 2 Isi.
MateriV : Kerukunan……………………………………......................       5-9
Bab 3 Penutup
Kesimpulan……………………………………………………………….          10
Saran………………………………….....………………....…………….           10
Daftar Pustaka…………………………………………………………….          11


















BAB I

PENDAHULUAN

A.LATAR BELAKANG
KataTuhan,manusia,moral,iptek dan  seni, kerukunan, masyarakat, budaya, politik ,hukum antar umat beragama di tengah keanekaragaman budaya merupakan tanda tanya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. Dalam perjalanan sejarah bangsa, Pancasila telah teruji sebagai alternatif yang paling tepat untuk mempersatukan masyarakat Indonesia yang sangat majemuk di bawah suatu tatanan yang inklusif dan demokratis.Sayangnya wacana mengenai kesemuanya itu seolah lenyap seiring dengan berlangsungnya reformasi.
Berbagai macam kendala yang sering kita hadapi dalam mensukseskan kerukunan antar umat beragama di Indonesia, dari luar maupun dalam negeri kita sendiri.Namun dengan kendala tersebut warga Indonesia selalu optimis, bahwa dengan banyaknya agama yang ada di Indonesia, maka banyak pula yang menjadikan solusi untuk menghadapi kendala-kendala tersebut.Dari berbagai pihak telah sepakat untuk mencapai tujuan antar umat beragama di Indonesia seperti masyarakat dari berbagai golongan, pemerintah, dan organisasi-organisasi agama yang banyak berperan aktif dalam masyarakat.
Budaya dalam komunikasi antar sesama penganut agama adalah tujuan dari kerukunan beragama, agar terciptakan masyarakat yang bebas dari ancaman, kekerasan hingga konflik agama.

Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan manusia.Agama menjadi pemandu dalam upaya untuk mewujudkan suatu kehidupan yang bermakna, damai dan bermartabat.Menyadari peran agama amat penting bagi kehidupan umat manusia maka internalisasi agama dalam kehidupan setiap pribadi menjadi sebuah keniscayaan, yang ditempuh melalui pendidikan baik pendidikan dilingkungan keluarga, dilembaga pendidikan formal, maupun nonformal serta masyarakat.
            Makalah ini merupakan salah satu tugas terstruktur  mata kuliah Pendidikan Agama Kristen, dan kelompok kami akan membahas tentang “Kerukunan”.















BAB II

PEMBAHASAN / ISI


A. PENDAHULUAN

            Kerukunan berasal sari bahasa arab, yakni “rukaum” yang berarti asas atau dasar, yang dalam bentuk tunggal berarti tiang dan dalam bentuk jamak “ arkhan” artinya  tiang-tiang. Dalam bahasa Indonesia, istilah rukun memiliki arti damai dan berastu hati. Dari pengertian diatas, dapat digambarkan kerukunan sebagai suatu bangunan yang dibangun dengan tiang untuk menopang rumah yang akan dihuni oleh sekelompok orang yang diikat secara kekeluaraan dengan kesatuan hati untuk mencapai kedamaian. Kerukunan adalah sikap saling mengakui, menghargai, toleransi yang tinggi antar umat beragama dalam masyarakat multikultural sehngga umat beragama dapat hidup rukun, damai dan berdampingan.
            Istilah “kerukunan” merupakan arti kata yang positif dan dinamis di bandingkan dengan istilah “toleransi” yang statis. Toleransi lebih mengisyaratkan adanya persetujuan suatu pihak untuk memberikan hak hidup kepada pihak lain. Kerukunan mengandung pengertian bahwa walaupun kita berbeda, namun kita mempunyai hak dan kewajiban yang sama. Hak hidup yang dimiliki seseorang tidaklah tergantung pada izin pihak lain, melainkan secara bersama-sama tergantung pada suatu yang luhur yaitu cita-cita bernegara, berbangsa, dan bermasyarakat untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur, damai sejahtera berdasarkan pancasila dan terlebih tergantung  pada Tuhan. Kerukunan tidak mengharuskan kita seragam dalam segala sesuatu.         
         Pembicaraan mengenai kemajemukan agama-agama di Indonesia biasanya berlangsung dalam konteks kerukunan beragama. Ada yang mengartikan kerukunan beragama sebagai "kerukunan di antara agama-agama", tetapi ada juga yang melihatnya sebagai "kerukunan di antara umat beragama". Hal terakhir ini mengasumsikan bahwa penganut agama yang satu dengan penganut agama yang lain bisa saling rukun, tetapi belum tentu sehubungan dengan agama yang satu dengan agama yang lain. Dapat saja ada anggapan, bahwa antara agama yang satu dengan yang lain pada hakikatnya terdapat pertentangan atau bahkan konflik yang tidak mungkin dapat dipertemukan.
            Kalau pemahaman yang terakhir ini diikuti, maka jalan keluar yang dilihat untuk menjamin mulusnya kerukunan beragama dicari di luar tubuh agama. Di Indonesia, kita sudah terbiasa untuk mengalaskan kerukunan beragama ini pada perangkat-perangkat yang disediakan oleh negara atau pemerintah. Pancasila dan UUD 1945 kerapkali dijadikan dasar pergumulan agar orang Kristiani dapat hidup dengan layak di tengah-tengah masyarakat Indonesia. Kenyataan bahwa Indonesia memiliki sebuah ideologi negara dan UUD yang diharapkan dapat merukunkan penganut agama-agama di dalamnya, perlu disyukuri, mengingat banyak negara-negara (bahkan yang sudah maju sekalipun) yang tidak memikirkan faktor kemajemukan agama sebagai sesuatu yang menentukan dalam perjalanan hidup suatu bangsa. Bahkan di tengah-tengah kegelisahan umat Kristiani dan umat-umat "kecil" lainnya, bahwa sekarang ini terdapat usaha-usaha yang cenderung untuk memprioritaskan umat tertentu dengan alasan "proporsionalitas". Nampaknya, prinsip di atas bahwa Pancasila dan UUD 1945 memenuhi untuk memungkinkan kerukunan beragama tetap tidak diragu-ragukan.
            Yang menarik adalah pandangan sebagian orang lagi bahwa dasar untuk kerukunan beragama dapat dilihat pada kesamaan keprihatinan dan pergumulan kemanusiaan dari setiap penganut agama. Pembicaraan seperti ini biasanya berlangsung dalam rangka dialog antaragama. Karena itu kita membicarakannya secara tersendiri, dan pada akhirnya mempertanyakan apakah dasar itu sudah cukup?

*Humanitas dan Keprihatinan Sosial sebagai Dasar Dialog
            Tentu saja pembicaraan mengenai dasar kedua ini tidak terlepas dari pembicaraan tentang Pancasila sehubungan dengan kerukunan beragama. Sebab,sila kedua dalam Pancasila jelas berkaitan dengan humanitas dan keprihatinan sosial, yaitu kemanusiaan yang adil dan beradab dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
            Yang dimaksud dengan "humanitas" adalah apa yang mewujudkan keberadaan manusia, jadi segala komponen yang menyebabkan kita menamakan diri kita manusia. Tentu hal ini terdengar aneh. Sebab, bukankah dengan sendirinya kita tahu bahwa kita adalah manusia, yang berbeda dari binatang misalnya? Tentu di satu pihak kesadaran bahwa kita adalah manusia bersifat pra-reflektif, artinya tidak perlu dipikir dalam-dalam, sudah jelas bahwa kita adalah manusia. Namun di pihak lain, ada masalah apakah kesadaran bahwa kita adalah manusia juga menyebabkan kita mau mengakui bahwa orang lain juga manusia? Dalam sejarah dunia, kita melihat betapa sulitnya bagi manusia untuk mengakui bahwa mereka yang lain dari dia adalah juga sesama manusia: yang berwarna kulit lain, berambut dan bermata lain; yang berkeyakinan lain, yang berideologi lain, yang beragama lain, yang termasuk suku atau bangsa lain, pada pokoknya, kelompok lain.
            Pokok humanitas berhubungan dengan persoalan bagaimana mengakui kemanusiaan orang lain juga, dan dari sana bertolak untuk menggumuli permasalahan bersama manusia dan aspirasi bersama manusia. Agama, daripada memecah-belah umat manusia, seharusnya mempersatukan umat manusia. Inheren di sini adalah studi bersama, mengapa agama-agama bisa berkonflik satu dengan yang lain. Masalah lain adalah apakah tekanan humanitas tidak membawa kepada relativisme? Jawabnya tidak, asal kita bersedia memegang pemahaman bahwa manusia adalah makhluk yang penuh warna dan variasi. Biar berlain-lainan, pada akhirnya ada satu dasar yang tidak perlu diragukan: saya beragama, oleh karena itu saya manusia (meminjam contoh Descartes).
            Keprihatinan sosial bersangkut-paut dengan masalah-masalah sosial yang dihadapi bersama oleh umat beragama: kemiskinan yang parah dan penderitaan yang disebabkannya. Di samping itu, penderitaan oleh karena keterasingan manusia (alienasi) yang disebabkan tekanan dari struktur masyarakat modern yang memperlakukan manusia sebagai sekadar "mur" atau "baut" dari mesin produksi. Mereka yang mengalami penderitaan jenis kedua ini tidak mesti miskin, bahkan bisa kaya sekali. Oleh banyak orang, keprihatinan sosial ini dimasukkan ke dalam apa yang disebut sebagai dialog karya. Kelihatannya, tahap dialog di Indonesia baru bersifat tukar pikiran terutama di kalangan pejabat dan intelektual. Dari situ baru ada ajakan agar melakukan dialog karya sebagai sesuatu yang lebih konkret ketimbang dialog yang bersifat tukar pikiran.

B. SIKAP TERHADAP KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA

            Ada beberapa sikap masyarakat dalam kaitannya dengan kerukunan antar umat beragama.Yaitu :sikap eksklusif, inklusif, dan pluralis. Tiga sikap ini dipengaruhi oleh pola pikir, pengalaman, visi serta kemampuan memahami perwujudan kasih bagi sesama manusia.

a. Eksklusivisme
            Eksklusivisme merupakan sikap yang hanya mengakui agamanya sebagai agama yang paling benar dan baik.Sifat fanatisme sempit seperti ini akan melahirkan berbagai konsekuensi, antara lain perpecahan, perseteruan antar umat beragama, dan konflik. Bentuk eksklusivme merupakan pola umum yang ada di abad pertengahan dan makin menipis seiring dengan perkembangan paradigm berpikir dalam masyarakat.Meskipun tak dapat disangkal bahwa sampai saat ini, sikap tersebut masih mendominasi kelompok kecil pemeluk agama-agama.
b. Inklusivisme
            Inklusivisme adalah sikap yang dapat memahami dan menghargai agama lain dengan eksistensinya, tetapi tetap memandang agamanya sebagai satu-satunya jalan menuju keselamatan.
c. Pluralisme
            Pluralisme adalah sikap yang menerima, menghargai, dan memandang agama lain sebagai agama yang baik serta memiliki jalan keselamatan. Dalam perspektif pandangan seperti ini, maka tiap umat beragama terpanggil untuk membina hubungan solidaritas, dialog, dan kerjasama dalam rangka mewujudkan kehidupan yang lebih baik dan lebih berpengharapan.

C. KERUKUNAN, MULTIKULTURALISME, DAN SINKRETISME

            Bicara tentang kerukunan antar umat beragama di masa kini, berarti bicara tentang multikulturalisme.Karena manusia yang berbeda agama itu juga adalah manusia yang multikultur atau memiliki beragam budaya.Situasi global masa kini menyebabkan mobilitas manusia antar Negara dan bangsa sangatlah tinggi.Tidak ada manusia yang mampu mengisolir diri dari pengaruh global.Oleh karena itu,sangatlah penting bagi kita untuk membuka diri dan bergaul dengan orang yang tidak hanya berbeda agama tetapi juga suku dan budaya.
            Bicara tentang kerukunan antar umat beragama tidak terlepas dari kerukunan antar suku bangsa dan budaya.Oleh karena itu, pluralisme antar agama dan pluralisme – multikultural bukanlah merupakan sesuatu yang asing bagi gereja – gereja Protestan di Indonesia.
            Oleh karena itu, jika kita bicara tentang kerukunan antar umat beragama, maka kerukunan itu juga mencakup kerukunan antar manusia yang berbeda agama, suku, dan budaya. Yang mempertemukan berbagai perbedaan itu adalah : upaya bersama dalam memecahkan berbagai persoalan kemanusiaan secara bersama – sama. Dengan demikian, kerukunan antar umat yang berbeda agama, suku dan budaya bukanlah sinkretisme.Jika jalan masukke arah kerukunan ituadalahsebuah dialog dan kerja sama menyangkut pemecahan masalah kemanusiaan bersama, maka hal tersebut merupakan langkah nyata dalam melaksanakan hokum utama dan terutama yang diberikanYesus Kristus, yaitu Kasih.
D. MEWUJUDKAN KERUKUNAN HIDUP ANTAR UMAT BERAGAMA DI INDONESIA
            1. Kerukunan Hidup Antar Umat Beragama

            Indonesia merupakan salah satu contoh masyarakat yang multikultural. Multikultural masyarakat Indonesia tidak saja karena keanekaragaman suku, budaya,bahasa, ras tapi juga dalam hal agama. Agama yang diakui oleh pemerintah Indonesia adalah agama Islam, Katolik, protestan, Hindu, Budha, Kong Hu Chu.Dari agama-agama tersebut terjadilah perbedaan agama yang dianut masing-masing masyarakat Indonesia.Dengan perbedaan tersebut apabila tidak terpelihara dengan baik bisa menimbulkan konflik antar umat beragama yang bertentangan dengan nilai dasar agama itu sendiri yang mengajarkan kepada kita kedamaian, hidup saling menghormati, dan saling tolong menolong.
            Maka dari itulah diperlukan suatu model hubungan antar masyarakat yang berbeda agama yaitu kerukunan hidup antar umat beragama atau toleransi antar umat beragama.Istilah ini dikemukakan oleh mantan Menteri Agama Indonesia tahun 1972. Sebagai sarana pencapaian kehidupan harmonis antar umat beragama yang diselenggarakam dengan segala kearifan dan kebijakan atas nama pemerintah.
            Kerukunan antar umat beragama adalah suatu kondisi sosial ketika semua golongan agama bisa hidup bersama tanpa menguarangi hak dasar masing-masing untuk melaksanakan kewajiban agamanya. Masing-masing pemeluk agama yang baik haruslah hidup rukun dan damai.

Karena itu kerukunan antar umat beragama tidak mungkin akan lahir dari sikap fanatisme buta dan sikap tidak peduli atas hak keberagaman dan perasaan orang lain.
Tetapi dalam hal ini tidak diartikan bahwa kerukunan hidup antar umat beragama memberi ruang untuk mencampurkan unsur-unsur tertentu dari agama yang berbeda , sebab hal tersebut akan merusak nilai agama itu sendiri.
            Menurut Muhammad Maftuh Basyuni dalam seminar kerukunan antar umat beragama tanggal 31 Desember 2008 di Departemen Agama, mengatakan bahwa kerukunan umat beragama merupakan pilar kerukunan nasional adalah sesuatu yang dinamis, karena itu harus dipelihara terus dari waktu ke waktu. Kerukunan hidup antar umat beragama sendiri berarti keadaan hubungan sesama umat beragama yang dilandasi toleransi, saling pengertian, menghargai kesetaraan dalam pengamalan ajaran agamanya dan kerja sama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
            Kerukunan antar umat beragama itu sendiri juga bisa diartikan dengan toleransi antar umat beragama.Dalam toleransi itu sendiri pada dasarnya masyarakat harus bersikap lapang dada dan menerima perbedaan antar umat beragama. Selain itu masyarakat juga harus saling menghormati satu sama lainnya misalnya dalam hal beribadah, antar pemeluk agama yang satu dengan lainnya tidak saling mengganggu.
Departemen agama juga menjadikan kerukunan antar umat beragama sebagai tujuan pembangunan nasional bangsa Indonesia yang diarahkan dalam tiga bentuk yaitu:
a)      Kerukunan intern umat beragama.
b)      Keukunan antar umat beragama.
c)      Kerukunan antar umat beragama dengan pemerinatah.
            Untuk itulah kerukunan hidup antar umat beragama harus kita jaga agar tidak terjadi konflik-konflik antar umat beragama. Terutama di masyarakat Indonesia yang multikultural dalam hal agama, kita harus bisa hidup dalam kedamaian, saling tolong menolong, dan tidak saling bermusuhan agar agama bisa menjadi pemersatu bangsa Indonesia yang secara tidak langsung memberikan stabilitas dan kemajuan negara.
Menjaga Kerukunan Hidup Antar Umat Beragama Dengan Dialog Antar Umat Beragama
Salah satu prasyarat terwujudnya masyarakat yang modern yang demokratis adalah terwujudnya masyarakat yang menghargai kemajemukan (pluralitas) masyarakat dan bangsa serta mewujudkannya dalam suatu keniscayaan. Untuk itulah kita harus saling menjaga kerukunan hidup antar umat beragama. Secara historis banyak terjadi konflik antar umat beragama, misalnya konflik di Poso antara umat islam dan umat kristen. Agama disini terlihat sebagai pemicu atau sumber dari konflik tersebut.Sangatlah ironis konflik yang terjadi tersebut padahal suatu agama pada dasarnya mengajarkan kepada para pemeluknya agar hidup dalam kedamaian, saling tolong menolong dan juga saling menghormati.Untuk itu marilah kita jaga tali persaudaraan antar sesama umat beragama.
            Konflik yang terjadi antar umat beragama tersebut dalam masyarakat yang multkultural adalah menjadi sebuah tantangan yang besar bagi masyarakat maupun pemerintah.Karena konflik tersebut bisa menjadi ancaman serius bagi integrasi bangsa jika tidak dikelola secara baik dan benar. Supaya agama bisa menjadi alat pemersatu bangsa, maka kemajemukan harus dikelola dengan baik dan benar, maka diperlukan cara yang efektif yaitu dialog antar umat beragama untuk permasalahan yang mengganjal antara masing-masing kelompok umat beragama. Karena mungkin selama ini konflik yang timbul antara umat beragama terjadi karena terputusnya jalinan informasi yang benar diantara pemeluk agama dari satu pihak ke pihak lain sehingga timbul prasangka-prasangka negatif.
            Menurut Prof. Dr. H Muchoyar H.S, MA dalam menyikapi perbedaan agama terkait dengan toleransi antar umat beragama agar dialog antar umat beragama terwujud  memerlukan 3 konsep yaitu:
- Setuju untuk tidak setuju, maksudnya setiap agama memiliki akidah masing- masing sehingga agama saling bertoleransi dengan perbedaan tersebut.
- Setuju untuk setuju, konsep ini berarti meyakini semua agama memiliki kesamaan dalam upaya peningkatan kesejahteraan dan martabat umatnya.
                                                                             
- Setuju untuk berbeda, maksudnya dalam hal perbedaan ini disikapi dengan damai bukan untuk saling menghancurkan.
            Tema dialog antar umat beragama sebaiknya bukan mengarah pada masalah peribadatan tetapi lebih ke masalah kemanusiaan seperti moralitas, etika, dan nilai spiritual, supaya efktif dalam dialog aantar umat beragama juga menghindari dari latar belakang agama dan kehendak untuk memdominasi pihak lain.
Model dialog antar umat beragama yang dikemukakan oleh KLmball adalah sebagai berikut :
  1. Dialog Parlementer ( parliamentary dialogue ). Dialog ini dilakukan dengan melibatkan tokoh-tokoh umat beragama di dunia. Tujuannya adalah mengembangkan kerjasama dan perdamaian antar umat beragama di dunia.
  2. Dialog Kelembagaan ( institutional dialogue ). Dialog ini melibatkan organisasi-organisasi keagamaan. Tujuannya adalah untuk mendiskusikan dan memecahkan persoalan keumatan dan mengembangkan komunikasi di antara organisasi keagamaan.
  3. Dialog Teologi ( theological dialogue ). Tujuannya adalah membahas persoalan teologis filosofis agar pemahaman tentang agamanya tidak subjektif tetapi objektif.
  4. Dialog dalam Masyarakat ( dialogue in society ). Dilakukan dalam bentuk kerjasama dari komunitas agama yang plural dalam menylesaikan masalah praktis dalam kehidupan sehari-hari.
  5. Dialog Kerohanian ( spiritual dialogue ). Dilakukan dengan tujuan mengembangkan dan memperdalam kehidupan spirituak di antara berbagai agama.
            2. Cara Menjaga Kerukunan Hidup Antar Umat Beragama

            Indonesia yang multikultural terutama dakam hal agama membuat Indonesia menjadi sangat rentang terhadap konflik antar umat beragama.Maka dari itu menjaga kerukunan antar umat beragama sangatlah penting. Dalam kaitannya untuk menjaga kehidupan antar umat beragama agar terjaga sekaligus tercipta kerukunan hidup antar umat beragama dalam masyarakat khususnya masyarakat Indonesia misalnya dengan cara sebagai berikut:
  1. Menghilangkan perasaan curiga atau permusuhan terhadap pemeluk agama lain yaitu dengan cara mengubah rasa curiga dan benci menjadi rasa penasaran yang positf dan mau menghargai keyakinan orang lain.
  2. Jangan menyalahkan agama seseorang apabila dia melakukan kesalahan tetapi salahkan orangnya. Misalnya dalam hal terorisme.
  3. Biarkan umat lain melaksanakan ibadahnya jangan olok-olok mereka karena ini bagian dari sikap saling menghormati.
  4. Hindari diskriminasi terhadap agama lain karena semua orang berhak mendapat fasilitas yang sama seperti pendidikan, lapangan pekerjaan dan sebagainya.
            Dengan memperhatikan cara menjaga kerukunan hidup antar umat beragama tersebut hendaknya kita sesama manusia haruslah saling tolong menolong dan kita harus bisa menerima bahwa perbedaan agama dengan orang lain adalah sebuah realitas dalam masyarakat yang multikultural agar kehidupan antar umat beragma bisa terwujud.

























BAB III

PENUTUP


A. KESIMPULAN

Kesimpulan dari makalah yang kami buat adalah :
            Pentingnya kerukunan hidup antar umat beragama adalah terciptanya kehidupan masyarakat yang harmonis dalam kedamaian, saling tolong menolong, dan tidak saling bermusuhan agar agama bisa menjadi pemersatu bangsa Indonesia yang secara tidak langsung memberikan stabilitas dan kemajuan Negara.
            Cara menjaga sekaligus mewujudkan kerukunan hidup antar umat beragama adalah dengan mengadakan dialog antar umat beragama yang di dalamnya membahas tentang hubungan antar sesama umat beragama. Selain itu ada beberapa cara menjaga sekaligus mewujudkan kerukunan hidup antar umat beragama antara lain:
a)      Menghilangkan perasaan curiga atau permusuhan terhadap pemeluk agama lain
b)      Jangan menyalahkan agama seseorang apabila dia melakukan kesalahan tetapi salahkan orangnya.
c)      Biarkan umat lain melaksanakan ibadahnya jangan mengganggu umat lain yang sedang beribadah.
d)     Hindari diskriminasi terhadap agama lain.

B. SARAN

































DAFTAR PUSTAKA


ALKITAB

Nangoy Wisje,Bahan Ajar Pendidikan Agama Kristen

Hadiwijono H. 2003. Iman Kristen. Jakarta : BPK Gunung Mulia

Geertz, Clifford, Kebudayaan dan Agama, Yogyakarta: Kanisius, 1992.

Hakamako. 2011. Kerukunan Antar Umat Beragama, (online), (Http: //

www.scribd.com/doc144456736/Lisa-kerukunan-antar-umat -beragama)
Tuhan,(Online),( http://id.wikipedia.org/wiki/Tuhan,  Diakses tanggal 26 November 2011).




Manusia,(Online),( http://id.wikipedia.org/wiki/Manusia,   Diakses tanggal 26 November 2011).
Rachmat Daudi. 2010. Iman dan Ilmu Pengetahuan, (Online), (http://www.gepembri.org/cgi-bin/show.cgi?file=art/100302.id, Diakses tanggal 26 November 2011).

_____._____.  Iman Kristen dan Ilmu Pengetahuan serta Teknologi,(Online),(http://www.scribd.com/doc/29055522/Iman-Kristen-dan-Ilmu-Pengetahuan-serta-Teknologi, Diakses tanggal 26 November 2011).

Vani. 2009. Tri Tugas Gereja,(Online),(http://pdtvani.blogspot.com/2009/05/tri-tugas-gereja.html, Diakses tanggal 26 November 2011).

_____._____.Hukum,(Online),( http://id.wikipedia.org/wiki/hukum,  Diakses tanggal 27 November 2011).



















Tidak ada komentar:

Posting Komentar